Thursday, July 28, 2016

Nyatanya...

Bahkan saat harus bercerita tentang dirimupun aku masih sangat bersemangat,  masih ada cela cela namamu difikiranku.
Masih ada namamu juga disetiap doaku.
Sampai suatu waktu aku berfikir.  Mengapa kamu tidak mencoba mempertahankanku.
Mencoba memperjuangkanku.

Berat?  Jelas berat.
Sulit?  Jelas sulit.
Karna yang kita lalui adalah tuhan dan restu orang tua.

Kau berkata aku mencintaimu,  dan aku membalasnya aku juga mencintaimu

Tapi disuatu pagi ketika aku terbangun dan aku berkata aku sayang padamu tiba tiba kamu meminta aku untuk tidak mengatakan itu dan membuang perasaanku jauh sejauh jauhnya tanpa ada cela, tanpa ada waktu aku membuangnya,  apakah kau berfikir,  mengakhirin sebuah hubungan yang membara itu tidak mudah.

Api menyala nyala.  Baru ku merasakan nikmat dan indahnya cinta.  Bagai bara api yang sedang panas bukannya kau kipas agar membara tapi kau tumpahkan air agar baranya mati.
Ya mati.
Dan yang terisah hanya kepingan bara yang ada dan menunggu waktu untuk kering.

Ku mencari cela agar aku bisa melepasmu.
Kurasa cinta itu bagaikan puisi. Bila puisi tidak dapat dirasakan maka puisi itu akan mati sebagai bahasa, jika dirasakan maka puisi itu akan menjadi sajak indah dan bermakna.

Ingat. Kau bukanlah kesalahan.
Kau juga bukanlah sebuah aib cinta.
Tapi. Aku berharap untuk tidak mengulang kesalahanku. Kesalahan karna telah jatuh cinta denganmu

Aku berkata kepada diriku tidak untuj kedua kalinya.

Mungkin saja terkadang tuhan selalu bosan dengan doaku yang menceritakan tentang adanya dirimu didalam pikiranku. Kau tau dulu hatiku pernah jadi rumah ternyatam untuk namamu, namun setelah kau masuk dan memecahkan isinya, akhirnya kutaruh namamu didalam pikiranku agar tidak ada yang pecah, walau terkadang namamu menganggu sistem kerja otakku itu gak masalah. Tidak terlalu beresiko tinggi untuk semuanya.

No comments:

Post a Comment